Alhamdulilah, Telkom IndiHome tak terbukti lakukan monopoli
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akhirnya memutuskan layanan IndiHome yang dimiliki Telkom tak melanggar Pasal 15 ayat (2), Pasal 17 dan Pasal 25 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Dalam keterangan resminya (29/9), KPPU menyatakan telah menggelar sidang pembacaan putusan pada perkara Nomor 10/KPPU-I/2016 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 15 Ayat (2), Pasal 17 dan Pasal 25 Ayat (1) Huruf a dan c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Industri Telekomunikasi Terkait Jasa Telepon Tetap, Jasa Internet dan Jasa IP TV di Indonesia oleh PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom) di Gedung KPPU Jakarta, Jumat, 29 September 2017.Hadir sebagai Majelis Komisi dari perkara R. Kurnia Sya’ranie sebagai Ketua Majelis Komisi, serta Tresna P. Soemardi dan Munrokhim Misanam yang masing-masing sebagai Anggota Majelis, menjelaskan terlapor dalam perkara ini adalah PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
Dalam pembacaan putusan yang dilaksanakan di Ruang Sidang Gedung KPPU, dipaparkan bahwa objek perkara a quo pada putusan ini adalah pada Layanan Jasa dalam Industri Telekomunikasi terkait jasa telepon tetap (fixed line) dan Jasa Internet, Jasa TV berbayar (IPTV). Di pasar, produk ini dikenal dengan merek IndiHome.
Dalam persidangan, diungkap bahwa terkait dengan Pasar Bersangkutan, Majelis Komisi menilai bahwa pasar produk dalam perkara ini adalah jasa telepon tetap/ fix line merupakan produk dengan teknologi yang sudah tidak diminati lagi oleh konsumen dan produk yang diinginkan konsumen adalah produk internet, dan menilai pasar geografis pada perkara ini adalah seluruh wilayah Indonesia.
Dipaparkan pula keterkaitan dengan Perjanjian tertutup/kontrak berlangganan Indihome, bahwa Majelis Komisi berpendapat bahwa berdasarkan hasil persidangan dan alat bukti yang diserahkan oleh masing masing pihak terkait dengan perjanjian tertutup.
Di mana berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 angka 7 definisi perjanjian dalam hukum persaingan usaha didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Selain itu, Investigator mengajukan alat bukti kontrak berlangganan layanan Indihome yang disediakan oleh Terlapor melalui berbagai akses untuk registrasi berlangganan Indihome.
Bahwa Majelis Komisi menilai alat bukti yang diajukan oleh investigator tidak cukup untuk membuktikan adanya upaya memaksa konsumen untuk berlangganan triple play indihome.
Selama proses persidangan, Majelis Komisi telah mendapatkan keterangan dari pelaku usaha yang merupakan pesaing Terlapor dalam pasar jasa layanan internet, yaitu PT MNC Kabel Mediacom, PT MNC Sky Vision dan PT First Media yang pada pokoknya masing masing competitor tersebut menyampaikan pasar jasa layanan internet masih berpotensi mengalami pertumbuhan.
Selain itu, Majelis Komisi menilai juga tidak ditemukan adanya cukup bukti adanya tindakan Terlapor yang dapat dikategorikan sebagai ekploitasi.
Hal tersebut diperkuat dengan fakta bahwa tingginya pangsa pasar yang dimiliki Terlapor untuk produk telepon tetap (fixed line) tersebut, secara faktual tidak terbukti memiliki kemampuan untuk digunakan Terlapor dalam memaksa konsumen untuk membeli produk jasa layanan internet yang dijualnya, fakta tersebut dikarenakan oleh produk telepon tetap (fixed line) tidak memiliki nilai tawar yang tinggi sehingga tidak terbukti memiliki potensi untuk disalahgunakan pada perkara a quo, sehingga Majelis Komisi menilai tidak terdapat cukup bukti adanya paksaan yang dilakukan oleh Terlapor dalam pemasaran produk.
Majelis Komisi menilai bahwa pembeli produk masih memiliki opsi karena dimungkinkan membeli produk dari Terlapor secara terpisah (3P/triple play,2P/dual play,1P/one play).
"Maka pada kesimpulan akhirnya, Majelis Komisi memutuskan dan menyatakan bahwa Terlapor tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat (2), Pasal 17 dan Pasal 25 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999," tulis keterangan resmi KPPU itu.
Asal tahu saja, KPPU mulai memeriksa kasus ini sejak Oktober 2016. Dalam penyelidikan terdapat setidaknya dua isu yang didalami oleh KPPU. Pertama, dugaan praktek tying in yang dilakukan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) melalui program IndiHome Triple Play yang mewajibkan calon pelanggan harus menggunakan tiga layanan sekaligus telepon, IPTV, dan internet.
Kedua, dugaan penyalahgunaan posisi dominan Telkom yang menguasai pasar jasa fixed line (PSTN).
Telkom sendiri memastikan layanan Triple Play IndiHome sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan regulasi yang berlaku. (Baca: Kasus IndiHome)
“Saat ini home broadband sudah menjadi kebutuhan utama di setiap rumah tangga selain listrik dan air. Produk IndiHome ini didesain memenuhi pasar itu dan sudah sesuai dengan regulasi yang berlaku. Telkom senantiasa berorientasi pada upaya untuk memberikan layanan terbaik bagi para pelanggan dengan tetap mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegas VP Corporate Communication Telkom Arif Prabowo. (Baca: Indihome)
Triple play adalah layanan yang diberikan operator telekomunikasi bagi pelanggan rumah berupa langganan TV kabel, telepon rumah, dan akses internet.(dn)