Seperti Penyakit Fisik, Gangguan Bipolar Juga Berisiko Fatal
Uzone.id-Kamu pernah mendengar tentang gangguan bipolar? Gangguan bipolar merupakan gangguan perasaan sedih atau senang secara berlebihan, terjadi dalam waktu yang cukup lama, dan mengakibatkan gangguan fungsi pada penderita dan orang-orang di sekitarnya.
Demikian menurut dr. Hervita Diatri, SpKJ(K), perwakilan dari Pokdi Bipolar DKI Jakarta, dalam seminar kesehatan “World Bipolar Day 2018” di Jakarta, beberapa waktu lalu. Faktanya, gangguan bipolar terjadi pada sekitar 34-36 persen populasi sepanjang hidupnya.Artinya, satu dari tiga orang di dunia sedikitnya pernah mengalami gangguan bipolar. Angka ini sama atau jauh lebih besar dibandingkan penyakit fisik seperti hipertensi (30 persen), kanker (13 persen), diabetes melitus (8,8 persen), dan stroke (2,7 persen). Oleh karena itu, gangguan bipolar perlu menjadi perhatian bagi masyarakat.
Penyebab gangguan bipolar masih sulit ditetapkan, karena melibatkan banyak faktor, seperti biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual. Faktor biologis memegang peran besar dikaitkan dengan faktor genetik dan neuotrasmiter di otak.
Secara psikososial, gangguan ini dikaitkan dengan pola asuh pada masa kanak dan berbagai faktor stres dari lingkungan. Perlu diketahui bahwa gangguan bipolar memiliki dua tipe. Tipe 1 ditandai dengan episode mania (gembira berlebihan) yang diikuti dengan episode hipomania (gembira) atau depresi (perasaan sedih).
Sedangkan tipe 2, ditandai dengan episode hipomanik, saat ini atau sebelumnya mengalami satu gejala depresi mayor. “Orang dengan gangguan bipolar tipe 2 tidak pernah mengalami episode manik (depresi),” ujar Hervita.
Karena, itu, Hervita mengingatkan bahwa keluarga dan lingkungan merupakan faktor pendukung bagi orang dengan gangguan bipolar dalam kondisi awal atau lebih ringan.
Dukungan keluarga, kerabat dan teman merupakan faktor penting dalam upaya pemulihan orang dengan gangguan bipolar. Dukungan juga bertujuan untuk menghindari dampak seperti penyalahgunaan zat, kegagalan dalam keluarga, hilang kontak sosial, hingga bunuh diri.
“Apabila dukungan keluarga belum cukup, terutama bila kondisi berlanjut dan berisiko untuk membahayakan diri atau sekitar, maka pertolongan tenaga ahli di bidang kesehatan jiwa termasuk perawatan inap di rumah sakit, menjadi sangat diperlukan,” kata Hervita.