Rudiantara: Kritik boleh, tapi jangan agitasi dan hoax!
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) menegaskan pemerintah Joko Widodo tak alergi dengan kritik yang dilakukan masyarakat terhadap kinerja Kabinet Kerja.
“Pemerintah bukan tidak ingin dikritik, kritik akan diterima oleh Pemerintah. Tetapi yang terutama adalah bagaimana Indonesia ini memiliki dunia maya yang lebih sehat, lebih bermanfaat, serta berkualitas bagi seluruh masyarakat, termasuk saya sendiri selaku menteri,” ujar Pria yang akrab disapa RA itu seperti dikutip dari Laman Kominfo saat menghadiri Deklarasi Masyarakat Indonesia Anti Hoax d Jakarta, Minggu (8/1).“Apabila masyarakat ingin mengkritisi Pemerintah, misalnya saya selaku Menkominfo, boleh tanyakan kenapa pembangunan infrastruktur telekomunikasi lama dan terlalu birokrasi. Itu merupakan kritik. Akan tetapi, jika sifatnya bukan kritik yang mengandung provokasi dan propaganda, agitasi. Itu hoax, tidak ada kebenarannya,” tukasnya.
Dikatakannya, dalam menanggulangi munculnya hoax di berbagai situs dan media sosial dilakukan penapisan atau pemblokiran. “Ini merupakan langkah akhir. Kenapa harus diblokir. Keberhasilan Pemerintah bukan karena jumlah banyaknya situs yang telah diblokir akan tetapi bagaimana masyarakat diharapkan bisa menapis sendiri sebelum menyampaikan, mendistribusikan konten itu. Pemerintah bukan senang justru sedih, kenapa situs sedemikian sangat banyak,” tandas Rudiantara.
Disarankannya, daripada memilih atau menyebarkan konten yang tidak bermanfaat dan tidak benar dan bisa menimbulkan gibah. Alangkah lebih baik membuat konten yang bermanfaat. "Misalkan kalau ahli masak, atau menjahit kemudian bisa posting hasilnya dan disampaikan kepada orang lain melalui konten,” sarannya.
Sementara itu, Cendikiawan Muslim, Komaruddin Hidayat mengatakan bahwa hoax sangat berbahaya bagi masyarakat, itu ibarat narkoba dan pornografi. Masyarakat harus sadar, apabila dibiarkan yang hancur masyarakat itu sendiri. Hoax merupakan pembunuhan karakter yang ingin menjatuhkan dan memanipulasi dan dalam konteks agama sangat jelas, adalah fitnah. “Hoax merupakan sikap mental yang menghilangkan sikap integritas dan fairness. Media massa, dunia pedidikan dan orang tua harus bangkit harus menyadarkan hal ini,” tegas Komaruddin Hidayat.
Pada kesempatan yang sama, Penggagas Acara Deklarasi Masyarakat Anti Hoax sekaligus Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax Septiaji Eko Nugroho mengungkapkan telah meluncurkan situs TURNBACKHOAX.ID dan Aplikasi mobile TURNBACKHOAX oleh Mastel (Masyarakat Telekomunikasi dan Informatika Indonesia).
Situs dan Aplikasi tersebut kalangan Netizen dapat menyampaikan apapun berita, informasi, meme baik dari media situs atau mediasosial yang isinya HOAX. Masyarakat juga dapat memberikan penjelasan atau bukti-bukti bahwa laporan-laporan HOAX yang ada di TURNBACKHOAX adalah HOAX dengan cara memberikan penjelasan, bukti-bukti hoax-nya dan sebagainya.
“Generasi milenial merupakan yang paling rentan terhadap bahaya hoax, sangat disayangkan kalau Indonesia yang harusnya bisa menikmati bonus demografi di 2030 nanti justru diisi oleh orang-orang yang tidak cerdas dalam bermedia sosial. Kami juga menyiapkan code of conduct berkomunikasi dengan cerdas di media sosial, gerakan literasi media ke masyarakat, roadshow ke institusi pendidikan, seperti kampus, sekolah pesantren, ormas, ulama dan pemuka agama, budayawan dan banyak lagi,” kata Septiaji.
Ditambahkannya, saat ini juga sudah terbentuk relawan-relawan anti hoax di beberapa daerah. "Berdasarkan pantauan kami, jumlah aduan mengenai berita hoax yang masuk ke situs TurnBackHoax.id sudah mencapai ratusan ribu dalam sebulan terakhir. Ini menandakan gerakan anti hoax sudah mulai berdampak ke masyarakat,” papar Septiaji.
Sementara itu, Dewan Pers dalam waktu dekat juga akan memberikan barcodeuntuk media-media yang sudah terverifikasi sehingga memudahkan masyarakat membedakannya dengan media “abal-abal” yang kerap menyebarkan berita hoax.
"Dengan ada barcode-nya, berarti media tersebut trusted (terpercaya), terverifikasi di Dewan Pers. Ini juga bertujuan meminimalisir masyarakat dirugikan oleh pemberitaan hoax," kata Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo.
Menurut Yosep, barcode yang akan ditempelkan pada media cetak dan online itu dapat dipindai dengan ponsel yang akan terhubung dengan data Dewan Pers. Dengan memindai barcode tersebut, pembaca bisa mengetahui informasi mengenai media yang bersangkutan, misalnya alamat redaksi maupun nama pemimpin redaksi. Barcode ini akan diluncurkan secara bertahap, mulai 9 Februari 2017 yang bertepatan dengan penyelenggaraan Hari Pers Nasional (HPN) di Ambon.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Bidang Kebijakan Strategis Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Teguh Prasetya mengusulkan agar ada peringatan dalam bentuk pop-up yang muncul pada situs-situs yang rentan terhadap hoax. “Langkah ini perlu dilakukan untuk melengkapi pemblokiran situs yang sudah terbukti melakukan pelanggaran dan juga content filtering yang dilakukan oleh Kominfo,” ujar Teguh.(id)