Review Asus ROG Ally: Tunggu Generasi Berikutnya Aja Deh!
Uzone.id - Main game PC dalam genggaman bukan lagi impian. Sejak kemunculan Steam Deck, tiba-tiba segmen konsol gaming handheld langsung booming, dimana merek-merek mulai meluncurkan produk andalannya masing-masing, tak terkecuali Asus lewat ROG Ally.
Asus ROG Ally bisa dibilang jadi konsol gaming handheld pertama yang resmi dipasarkan di Indonesia. Bukan Steam Deck, karena konsol buatan Valve tersebut memang tak dijual resmi di Indonesia.Saat mendengar kemunculannya beberapa minggu lalu, kami pun langsung nge-push Asus Indonesia untuk mengizinkan tim Uzone.id menjajalnya pertama kali. Lewat review singkat yang tayang beberapa waktu lalu, kami memberikan kesan positif pada konsol berbasis Windows 11 ini.
Namun kesan berbeda kami berikan setelah menggunakannya selama kurang lebih dua minggu. Ada positif, banyak juga yang negatif, berikut review lengkap Asus ROG Ally.
Cocok buat Xbox addict
Asus ROG Ally tuh ibarat Xbox versi handheld. Asus ROG mungkin begitu terinspirasi dengan kontroler besutan Microsoft tersebut, hingga bentuk dan layout kontrolnya saja dibikin nyaris sama.
Asus ROG Ally punya layar 7 inci yang diapit oleh kontroler di sisi kiri dan kanannya. Perangkat ini juga punya dua analog, plus dengan D-Pad dan tombol ala Xbox di sisi kanannya.
Buat gamer yang pakai konsol Xbox Series X|S, pasti hafal betul dengan layout A B X Y, kan? Entah fun fact atau bukan, saat kami coba bermain GTA V, kami coba eksperimen dengan memasukkan kode cheat untuk Xbox Series X|S, dan ternyata jalan!
Layout kontrol yang mirip gak cuma di interface depan saja, tapi juga trigger lain di belakang konsol. Seperti tombol RB\LB dan RT\LT, tapi Asus menyertakan sejumlah tombol khas ROG, seperti Armoury Crate dan Command Center, tombol Select, tombol View, hingga M1/M2 yang terletak di bagian bawah konsol.
Setiap game tentu memiliki remap kontrolnya masing-masing. Kalau kalian tak cocok dengan pengaturan kontrol yang diberikan oleh setiap game, kalian bisa melakukan remapping dengan masuk ke Settings di Armoury Crate, dan tekan Configure di Control Mode.
Meski kontroler yang terinspirasi dari Xbox Series X|S, Asus kasih sentuhan khas-nya yakni RGB yang dengan segudang efek yang bisa dipersonalisasi.
Via Armoury Crate juga, pengguna bisa mengatur efek RGB yang terletak pada kedua analog konsol ini, ada Breathing, Cycle, dan lain sebagainya. Kalau kalian login dengan akun ROG yang sama, kalian pun dapat mengadopsi pencahayaan RGB dari perangkat lainnya via Aura Sync.
Layar
Asus ROG Ally punya layar yang jauh lebih baik, bahkan dari Steam Deck ataupun Ayaneo Geek sekalipun. Panelnya IPS LCD, tapi ukurannya 7 inci dengan resolusi Full HD.
Dengan aspek rasio 16:9 yang lebar dan memanjang, experience yang disuguhkan memang lebih oke. Kami beberapa kali bermain game yang biasanya lebih enak di layar berukuran lebih besar, seperti FIFA 23, GTA V, Watch Dogs 2, hingga game Fall Guys, dan ternyata enak dimainkan juga di Asus ROG Ally (ulasan lengkapnya di segmen performa).
Terlebih, refresh rate layar Asus ROG Ally sudah menembus 120Hz. Via Command Center, refresh rate bisa diatur dengan mudah, dari 60Hz, 90Hz, hingga mentok 120Hz.
Adapun buat intensitas cahaya layarnya, ROG Ally sanggup memancarkan konten hingga 500 nits. Tak terlalu impresif, tapi sudah lebih baik dari Steam Deck yang hanya 400 nits saja.
Perangkat yang unik
Honorable mention kalau segmen yang ini, karena kami merasa kalau Asus ROG Ally adalah perangkat yang beda dari lainnya. Oke, konsepnya memang mirip dengan Nintendo Switch, dimana konsol dari Nintendo itupun memungkinkan kalian bermain game apapun di mana saja dan kapan saja.
Tapi ini beneran beda, karena game yang kalian mainkan adalah game PC yang biasanya hanya bisa berjalan maksimal di laptop atau PC gaming dengan ukuran berkali-kali lipat besarnya.
Impian bermain game PC apapun saat kalian mau, tanpa memperdulikan tempatnya, akhirnya jadi kenyataan.
Bicara soal experience saat menggunakannya, jujur Asus ROG Ally punya grip kontroler yang pas di tangan. Nyaman menggunakannya, dan tak terlalu berat juga dengan bobot total 608 gram saja.
Paling ketersediaan port yang jadi salah satu kekurangan dari Asus ROG Ally, karena konsol ini cuma menawarkan port XG Mobile yang mungkin bakal jarang banget digunakan atau bahkan tidak sama sekali, port USB-C di sebelahnya, dan slot microSD.
Dua catatan dari desain ini. Pertama ROG XG Mobile, yang sejujurnya malah ngabisin tempat di konsol ini. Dear Asus, ROG Ally adalah konsol gaming handheld, kenapa juga harus ngeribetin pengguna pasang ROG XG Mobile?
Kebayang ribetnya gak main dengan ROG XG Mobile yang harus terpasang ke sumber listrik? Konsep handheld agak diragukan di sini. Dan lagi, perangkat ini mahal sekali harganya, bahkan dua kali lipat dari harga ROG Ally-nya sendiri.
Buat gamer sultan mungkin tak ada masalah. Tapi untuk gamer kasual yang mungkin cuma ingin main game lancar saja, ROG XG Mobile kemungkinan besar gak akan mereka beli.
Catatan kedua, posisi microSD kenapa harus dekat dengan lubang pembuangan panas. Wajar makanya banyak pengguna melaporkan masalah pada slot microSD ketika perangkat mengalami overheat.
Plus-minus dari Windows 11
Kalian ingat potongan serial Space Force yang tayang di Netflix yang mengolok-ngolok Microsoft terkait sistem operasi Windows yang selalu update di saat yang tak tepat? Asli, kami pun rasanya ingin mengumpat gegara update Windows ini.
Untuk diketahui, Asus ROG Ally berjalan di sistem operasi Windows 11 dengan ‘kulit’ atau user interface Armoury Crate SE. Pertama kali unboxing dan menyalakannya, kami sudah dihadapkan dengan empat update sekaligus!
Bikin lelah dan langsung badmood buat nyoba konsol ini. Padahal sebelumnya, kami begitu excited untuk segera mencobanya segera.
Kekurangan lainnya adalah, Asus tak mempersiapkan dengan baik Armoury Crate SE mereka. Ini hanyalah sekadar game launcher yang bisa di-close sepenuhnya dan cuma menampilkan Windows 11 seperti laptop atau PC pada umumnya.
Dan fakta kalau Armoury Crate SE belum benar-benar sempurna, menginstall game butuh banyak proses, bahkan jauh lebih ribet dari proses pemasangan game di laptop gaming.
Memang ada Library di Armoury Crate, dimana sejumlah penyedia game populer ada di sana, seperti Steam, Xbox, hingga Epic Games. Namun semua aplikasi ini tak terintegrasi dengan baik ke Armoury Crate SE.
Misal, menginstall GTA V via Steam, malah menampilkan aplikasi Steam terpisah ldan menutup Armoury Crate SE sepenuhnya. Proses pemasangan mirip seperti laptop, perlu interaksi sentuhan pada layar yang sebenarnya malah ngeribetin.
Layar 7 inci untuk Windows 11 terbilang sangat kecil, cukup tricky untuk klik sana, klik sini pakai jari. Hal serupa juga terjadi di Xbox, memasang FIFA 23 harus login akun EA dan akhirnya membuka aplikasi secara terpisah lagi.
Asus benar-benar perlu meng-upgrade kemampuan Armoury Crate SE ini agar bisa terintegrasi dengan baik ke aplikasi penyedia game. Karena jika tidak, Asus ROG Ally tak lebihnya laptop gaming dengan layar berukuran lebih kecil saja.
Kendati banyak kekurangannya, ada satu kelebihan dari penggunaan OS Windows 11. Keuntungan terbesarnya, hampir semua game populer dibuat untuk WIndows juga, jadi kompatibilitas perangkat ini sangatlah bagus.
Performa sangar, sering stuttering, baterai boros!
Konsol Asus ROG Ally yang kami review merupakan varian tertinggi dengan prosesor AMD Ryzen Z1 Extreme. Mengenal sedikit soal prosesor ini, Ryzen Z1 Extreme memiliki 8-core CPU berbasis AMD Zen 4 dengan 16-thread, lengkap dengan GPU 12-core RDNA 3 dan cache on board 24 MB.
Chipset ini didukung oleh RAM dual-channel LPDDR5 16 GB dan ruang penyimpanan SSD NVMe M.2 Gen 4 sebesar 512 GB.
Via Armoury Crate SE, kalian bisa mengontrol kekuatan dari perangkat ini. Ada beberapa mode, yakni SIlent, Performance, dan Turbo. Ada dua tipe Turbo yang dapat diaplikasikan via Command Center, TDP 25W ketika ROG Ally tidak terhubung ke pengisi daya dan 30W jika sambil diisi dayanya.
Seperti yang disebut di awal, kami bermain sejumlah game di perangkat ini, yakni GTA V, FIFA 23, Watch Dogs 2, dan Fall Guys. Semuanya adalah game yang sering dimainkan di laptop gaming, atau bahkan konsol Xbox sekalipun.
Asus ROG Ally memberikan pengalaman gaming hebat kepada kami saat bermain GTA V. 60 FPS rata-rata kami dapatkan di grafis tertinggi dengan resolusi 1080p alias Full HD.
Gak ada kata ngelag saat bermain game ini. Tekstur yang ditampilkan, pantulan cahayanya, pergerakan karakter dan lingkungan di sekitarnya, benar-benar berjalan mulus tanpa gangguan sama sekali.
Berbagai misi kami jalani, atau sekadar keliling-keliling pakai mobil mewah, semuanya terasa optimal di Asus ROG Ally.
Hal yang sama juga saat kami bermain Watch Dogs 2 dan Fall Guys. frame rate tertinggi berhasil dicapai ROG Ally, meski ada kalanya perangkat ini mengalami sedikit stuttering atau penurunan performa yang bikin drop frame rate.
Namun gak ekstrem penurunannya di game ini, sekitar 40 - 45 FPS saja jadinya saat terjadi stuttering akibat suhu yang meningkat.
Nah, berbagai masalah justru terjadi saat kami mencoba FIFA 23. Game dapat ditampilkan di rata-rata 30 sampai 40 FPS, namun ada beberapa gangguan yang kami rasakan ketika main game dari EA Sports ini.
Frame rate akan langsung turun drastis sampai 10 hingga 15 FPS bila cutscene muncul, seperti intro pemain masuk, selebrasi gol, pelanggaran, dan sebagainya. Juga, audio akan berderak, cenderung patah-patah parah yang bikin frustasi saat bermain game.
Entah bug pada sistem atau memang ROG Ally tidak sanggup mengatasi beratnya grafis FIFA 23. Namun hal ini bikin experience gaming berkurang drastis.
Baterai 40 Wh jadi kekurangan paling parah di Asus ROG Ally. Lagi-lagi, konsel gaming handheld dipertanyakan di sini, karena durasi bermain yang begitu terbatas.
Rata-rata durasi gaming yang kami dapatkan gak pernah lebih dari sejam. Paling lama, kami bisa bermain 58 menit. Paling parah main FIFA 23, maksimal cuma 50 menit saja, paling banter ya cuma dua game yang bisa dimainkan dari baterai penuh hingga benar-benar habis.
Masa sih harus bawa charger dan ngecas terus untuk main game PC dalam waktu yang lama? Waktu ngecasnya padahal jauh lebih lama, dari 6 persen hingga full butuh waktu 1 jam 49 menit dengan kondisi layar menyala dan terhubung ke jaringan WiFi.
Mending tunggu generasi berikutnya
ROG Ally adalah generasi pertama dari konsol gaming handheld yang dibawa Asus ke industri. Namanya juga perangkat pertama, banyak kekurangan yang ada, dan kekurangan ini jadi bekal untuk upgrade fitur ke depannya.
Kami yakin segmen ini akan bertumbuh ke depannya, dan kami juga yakin Asus akan mempersembahkan generasi berikutnya dari Asus ROG Ally yang telah disempurnakan.
Ya, masih banyak yang harus ditingkatkan oleh Asus untuk konsol jenis ini. Mulai dari ketersediaan port, daya tahan baterai, sistem operasi yang proper, hingga solusi termal yang lebih baik.
Tapi di samping itu, ada beberapa hal yang bisa dipertahankan atau mungkin ditingkatkan lagi kualitasnya, seperti layar, kualitas audio, layout kontroler, hingga build quality-nya.
So, buat kami sih, kalau kalian mau sabar lagi, mending tungguin saja generasi berikutnya dari perangkat ini. Jikapun tetap ingin membelinya, mari berharap kalian juga cukup sabar untuk menghadapi berbagai gangguan update dari Windows, daya tahan baterai yang mengecewakan, permasalahan suhu panas yang kerap bikin stuttering, dan masalah lainnya.