Mengenal BERT, Teknologi Penentu Algoritma Mesin Pencari Google
Google baru saja mengumumkan kehadiran teknologi baru pada mesin pencarinya. Raksasa internet itu memperkenalkan teknologi BERT (Bidirectional Encoder Representations from Transformers), penentu algoritma mesin pencari Google.
Google menilai, inti dari mesin pencarian adalah memahami bahasa. Maka, dalam lima tahun terakhir, Google mengambangkan machine learning untuk memahami Bahasa pengguna.Google pun memperkenalkan sistem open source dengan jaringan neural untuk pemrosesan bahasa secara alami alias natural language processing (NLP). Model ini disebut BERT.
Hasilnya, jika dulu algoritma mesin pencari Google hanya dapat membaca kata per kata, kini ia dapat memahami konteks. Hasilnya, hasil pencarian yang ditampilkan pun lebih relevan. “Sekarang (Google Search) jadi lebih mengerti kalimat," kata Public Liaison for Search Google Danny Sullivan di Jakarta, Selasa (29/10).
(Baca: Google Kembangkan Artificial Inteligence untuk Penyandang Disabilitas)
Karena berbasis machine learning, teknologi ini memungkinkan pengguna untuk melatih Google Search dalam memahami bahasa. Maka, semakin banyak digunakan, kemampuan mesin pencari untuk memahami konteks pencarian pengguna akan semakin baik.
Saat ini, Google mengklaim bahwa teknologi tersebut dapat memengaruhi satu dari 10 pencarian dalam Bahasa Inggris. Danny mengatakan, layanan ini bakal dikembangkan dalam 25 bahasa termasuk Indonesia. "Ini merupakan teknik terbaru dalam menyajikan informasi,” katanya.
Selain mengubah algoritma, Google juga meluncurkan beberapa fitur yang mempercepat proses pencarian informasi. Fitur itu di antaranya panel info untuk menemukan tokoh atau topik tertentu, rich list terkait daftar pencarian teratas, dan pelengkap otomatis.
Danny menambahkan, pengguna Google Search di seluruh dunia terus bertambah. Setidaknya ada miliaran orang yang menggunakan layanan ini setiap harinya.
(Baca: Google Selidiki Kasus Kebocoran Data Suara di Layanannya)
Dengan banyaknya informasi yang tersedia, Google juga harus berfungsi sebagai filter. Google juga menemukan lebih dari 40% dokumen di seluruh situs merupakan spam. Selain itu, ada 50 miliar tayangan yang diperoleh dari situs spam setiap tahun.
"Google telah mematikan sistem spam sebanyak 10 juta URL secara manual ditinjau dan ditindaklanjuti setiap tahun serta ratusan ribu setiap minggunya," kata dia.