Home
/
Lifestyle
Makan Junk Food Bisa Membuat Depresi, Kenapa?
Hellosehat21 September 2016
Bagikan :
Preview
Otak dan tubuh kita bekerja setiap saat tanpa henti, oleh karena itu dibutuhkan energi dan bahan bakar untuk melakukan semua pekerjaan itu. Bayangkan jika tubuh dan otak Anda adalah sebuah mobil mewah yang membutuhkan perawatan yang sangat baik, salah satu yang harus diperhatikan adalah kualitas dari bahan bakar yang digunakan. Mengonsumsi makanan yang mengandung berbagai zat gizi, seperti vitamin mineral, dan antioksidan dapat melindungi otak dan tubuh kita dari berbagai penyakit dan menghindarkan dari stress oksidatif yang menimbulkan radikal bebas yang dapat merusak tubuh. Namun apa jadinya jika tubuh yang seperti kendaraan mewah ini diberikan bahan bakar yang tidak baik kualitasnya, seperti junk food?
Bagaimana makanan dapat mempengaruhi mood dan perasaan Anda?
Menurunkan produksi serotonin
Serotonin merupakan hormon yang membantu untuk mengatur tidur, nafsu makan, suasana hati, dan suhu tubuh. Hormon ini 95% diproduksi di saluran pencernaan yang terhubung dengan jutaan sel saraf, sehingga bukan tidak mungkin apa yang Anda makan akan berpengaruh pada mood Anda. Penelitian menyebutkan bahwa kelompok yang sering mengonsumsi makanan berlemak tinggi dan rendah untuk kandungan zat gizi lainnya, memiliki kadar serotonin yang lebih sedikit. Maka, konsumsi makanan seperti junk food, tidak hanya membuat cadangan lemak Anda bertambah, namun juga membuat suasana hati menjadi kurang baik dan mudah untuk mengalami stress.
Junk food tidak memiliki bakteri probiotik yang diperlukan tubuh
Makanan seperti junk food biasanya tidak memiliki zat gizi yang baik dan hanya mengandung lemak yang tinggi akibat proses pemasakannya dengan cara menggoreng pada suhu sangat tinggi. Tentunya, makanan yang seperti itu, tidak mengandung bakteri probiotik yang berguna membantu tubuh untuk mencerna makanan maupun minuman. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa bakteri probiotik dapat meningkatkan hormon serotonin, yaitu hormon ‘bahagia’. Sedangkan kekurangan bakteri probiotik akan menyebabkan orang mengalami stress dan depresi. Penelitian menyebutkan bahwa orang yang memiliki bakteri probiotik dalam tubuhnya, memiliki tingkat stress dan kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang bakteri probiotiknya sedikit.
Penelitian lain membandingkan kelompok yang sering memakan makanan western food seperti junk food dengan kelompok mengonsumsi makanan tradisional dan hasil penelitian itu diketahui bahwa kelompok yang mengonsumsi junk food mengalami tingkat stress 25-35% lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok satunya. Hal ini disebabkan karena makanan tradisional terdiri dari berbagai bahan makanan yang kaya zat gizi, sedangkan western food hanya memiliki kadar lemak yang tinggi.
Meningkatkan stress oksidatif dalam tubuh
Stress oksidatif adalah proses yang alami terjadi dalam tubuh akibat terlalu banyak zat radikal bebas yang diproduksi oleh tubuh. Stress oksidatif dapat dipicu oleh konsumsi lemak yang berlebihan, seperti lemak trans yang terdapat di berbagai jenis junk food. Jika proses ini terus terjadi di dalam tubuh, maka tubuh akan merasa ‘jenuh’ dan memicu depresi berat pada seseorang. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, menunjukkan bahwa orang yang mengalami depresi berat memiliki tingkat radikal bebas lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak dalam tekanan.
Penelitian yang melibatkan setidaknya 675 kasus depresi, membuktikan bahwa kelompok yang mengonsumsi makanan yang mengandung lemak trans tinggi, seperti pastry dan junk food, memiliki tingkat depresi yang tinggi. Sedangkan kelompok yang sering mengonsumsi makanan yang mengandung lemak tidak jenuh seperti, alpukat, minyak zaitun, dan berbagai macam kacang-kacangan memiliki tingkat depresi yang lebih rendah. Pada penelitian lain, konsumsi makanan tinggi lemak dapat meningkatkan risiko terkena depresi sebanyak 48%.
BACA JUGA:
Sponsored
Review
Related Article