‘Kasus Suap Dugaan Uber Permalukan Polri’
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai kasus suap atau pungutan liar perusahaan teknologi transportasi daring Uber yang diduga melibatkan anggota Polri mempermalukan institusi penegak hukum itu. Sebab, kasus itu sudah menjadi isu internasional.
Neta mengatakan, pihak kepolisian Amerika Serikat bahkan ikut masuk ke indonesia untuk membongkar kasus ini. Ironisnya, Neta menerangkan, pungli itu terjadi saat pemerintahan Presiden Joko Widodo sedang agresif memberantas pungli dengan membentuk tim pemberantas pungli di sejumlah intansi.Untuk itu, menurut Neta, Polri bertanggungjawab secara moral untuk mengusutnya dengan tuntas. "Sebab itu tidak ada jalan lain bagi Polri, selain harus ikut membantu tim kepolisian Amerika untuk mengungkap dan membongkar kasus Uber ini dengan tuntas dan membawa pelakunya ke pengadilan secepatnya," kata Neta dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Jumat (22/9).
Neta juga mengimbau Polri segera turut mengusut kasus ini untuk mengetahui apakah ada anggota yang memang terlibat atau ada yang membawa nama institusi Polri untuk menarik dana dari Uber. "Inilah yang harus diungkap untuk membongkar keanehan tersebut," kata dia, menambahkan.
Sebab, Neta menilai adanya keanehan kronologi kasus tersebut karena perbedaan kewenangan kepolisian. Bloomberg melaporkan Departemen Kehakiman AS menyoroti pembayaran tak lazim yang dilakukan Uber tahun lalu.
Laporan itu menyebutkan kepolisian Indonesia menjelaskan kepada Uber bahwa kantor mereka di Jakarta terletak di wilayah yang seharusnya tidak diperbolehkan untuk membuka usaha. Kemudian, seorang karyawan Uber kemudian beberapa kali mengirim uang kepada polisi agar Uber dapat terus beroperasi di kantor tersebut.
"Keanehannya di sini adalah izin lokasi usaha tersebut tidak ada urusannya dengan Polri karena itu wewenang pemerintah daerah. Jika ada polisi yang bermain disini maka polisi tersebut sudah melampaui wewenang institusinya," kata dia.