Dugaan Plagiarisme di Balik Booming Mobile Legends
Mari kita mulai dengan fakta-fakta berikut:
Mobile Legends (ML), baik versi lawas "5v5 MOBA" atau yang terbaru, "Bang Bang", adalah aplikasi nomor dua yang paling sering diunduh di Google Play. Gim ini hanya kalah dari WhatsApp, aplikasi layanan pesan instan milik Facebook.
Hingga Senin, 9 April 2018 pukul 00.25, gim yang dirilis pada Juli 2016 ini telah diunduh sebanyak 100 juta. Jauh melampaui gim terpopuler kedua, PUBG Mobile, yang baru diunduh 10 juta atau hanya sepersepuluh perolehan ML. Juga lebih banyak dari gim sejenis, Arena Of Valor (AoV), sebanyak 5 juta kali.
ML mendapat peringkat empat bintang dari maksimal lima, dengan penilai sebanyak 6,5 juta orang.
Sementara di AppStore, peringkatnya empat setengah dari maksimal lima berdasarkan penilaian 62 ribu orang.
Data-data di atas membuat ML layak diberi predikat sebagai salah satu gim ponsel terpopuler di dunia.
Di Indonesia, ML telah diunduh 35 juta kali dengan pengguna aktif harian 8 juta. Angka ini setara 12 persen pemain ML di seluruh dunia, hanya kalah dari Filipina yang berkontribusi 13 persen.
Jadi, apa yang membuat ML digandrungi?
Tentu bakal muncul beragam alasan, tergantung kepada siapa kita bertanya. Dari memang mudah dimainkan hingga tak perlu spesifikasi ponsel yang terlalu canggih.
Namun, jawaban yang bisa jadi bakal diterima semua orang adalah gim ini dimainkan via ponsel, bukan di Personal Computer (PC). Gim ini bisa dimainkan di mana pun sepanjang terkoneksi internet.
Meski demikian, popularitas ML bukan tanpa cela. Perusahaan pengembang ML, Shanghai Moonton Technology Co., Ltd (Moonton), pernah digugat ole Riot Games (Riot), pengembang gim League of Legends (LoL), pada 6 Juli 2017.
Bagaimana Gugatan Bermula
Sementara ML diluncurkan pada 2016, LoL sudah "mengudara" terlebih dulu pada Oktober 2009. LoL adalah gim PC, bukan ponsel.Kalau ada benang merah dari dua gim ini, jawabannya sama-sama berjenis Multiplayer Online Battle Arena (MOBA). Mengutip Urban Dictionary, MOBA adalah jenis permainan baru yang bertujuan "menghancurkan basis lawan". Dalam kasus ML, basis lawan itu diwakili oleh beberapa "menara".
Dalam MOBA, pemain mengontrol "hero" yang biasanya punya kemampuan unik masing-masing. Hero akan bekerja sama dengan mengandalkan keunikannya tadi untuk menghancurkan menara utama. (Dalam kasus ML, misalnya, ada hero yang kuat dalam bertahan tapi lemah ketika menyerang, vice versa.)
"Skenario ini sangat berorientasi pada tim; sulit bagi satu pemain untuk membawa tim menuju kemenangan sendirian," tulis Urban Dictionary.
Meski jenisnya sama, tetapi Moonton lewat Mobile Legends dianggap oleh Riot Games telah "menyalin elemen-elemen penting dalam LoL". Atau, dengan kata lain: plagiat.
Gugatan 44 halaman (PDF) dilayangkan ke United States District Court Central District of California, pengadilan yang lokasinya sama dengan kantor pusat Riot. Mereka meminta pengadilan menjatuhi hukuman denda terhadap Moonton sebesar 150 ribu dolar AS atau setara Rp2,06 miliar (kurs: Rp13.769/US$).
Pada halaman 11, gugatan Riot menyebut ada setidaknya empat aspek yang ditiru oleh Moonton dalam ML.
Pertama, ML dinilai menggunakan peta yang hampir identik dengan Rift Summoner—sebutan untuk medan pertarungan/peta dalam LoL. Kemiripannya, kata mereka, "mencakup visual, tampilan estetik, serta penempatan dan lokasi hampir setiap objek dan fitur."
Lebih spesifik, peta ML dituding "menyalin keseluruhan tampilan dan nuansa Rift Summoner seperti kombinasi warna yang khas, tekstur, dan desain medan (seperti lokasi dan jumlah anak tangga, batu, dan semak-semak).
Tuduhan kedua, ML juga dinilai menyalin banyak objek, monster, dan karakter non-pemain LoL seperti minion "caster", "melee" dan "siege"—karakter sampingan yang terus muncul sepanjang gim yang kerjanya hanya maju ke daerah lawan.
Ketiga, Moonton dianggap menyalin "secara terang-terangan" karakter populer LoL.
Aspek terakhir adalah logo dan banner yang muncul pada momen-momen tertentu dalam pertandingan. Logo yang dinilai dijiplak, di antaranya, adalah "Victory" yang bakal muncul ketika tim memenangkan pertandingan.
"Selain itu, Moonton juga menggunakan logo untuk Mobile Legends: 5v5 MOBA yang sangat mirip dengan logo Riot untuk LoL, termasuk font, warna skema, dan gaya keseluruhan," tulis gugatan tersebut.
Sebetulnya, sebelum gugatan resmi ini, Riot telah mengupayakan cara lain: meminta Google, sebagai pemilik layanan Play Store, untuk menghapus Mobile Legends: 5v5 MOBA pada Agustus 2016.
Upaya ini tak berhasil sepenuhnya. Sebab, meski akhirnya dihapus—yang menurut Riot "tanpa penjelasan apa pun"—aplikasi serupa muncul dengan nama yang agak berbeda: Mobile Legends: Bang Bang.
"Bang Bang adalah gim yang sama persis dengan 5v5 MOBA, tetapi dengan sedikit perubahan kecil, termasuk revisi terhadap beberapa elemen yang diidentifikasi oleh Riot [sebagai plagiat] dalam surat Agustus 2016," tulis mereka.
Kata mereka, revisi spesifik seperti ini dapat dilakukan karena "Google meneruskan surat Riot langsung kepada Moonton."
Alasan in yang membuat Riot memilih menempuh jalur hukum. Mereka menilai sia-sia mengharapkan Google.
44 Halaman Dibalas 4 Paragraf
Moonton bukannya tidak menggubris gugatan ini. Mereka melakukannya, tapi hanya sekilas dan tampak seadanya.
Gugatan 44 halaman Riot hanya dibalas pernyataan empat paragraf yang disebar lewat pelbagai saluran, termasuk akun Facebook ML Indonesia dan forum resmi.
Dan bisa ditebak, Moonton menepis semua anggapan tersebut. Kata mereka, ML dikembangkan secara independen.
Moonton juga secara tidak langsung mengatakan bahwa posisi hukum mereka kuat karena "hak cipta atas ML telah terdaftar dan dilindungi di beberapa negara di seluruh dunia." Dan memang faktanya demikian.
Merujuk pada Justia Trademarks, situs penyedia layanan pencarian merek dagang, Shanghai Moonton Technology Co., Ltd. punya dua lisensi untuk ML. Begitu pula di situs United States Patent and Trademark Office.
Di sana, merek dagang ML didaftarkan pada 12 Januari 2017 dan disahkan pada 28 November 2017.
Moonton tampak percaya diri karena dalam pernyataan yang sama mereka menyinggung langkah hukum bisa saja dilakukan kepada media dan pesaing yang "menyebarkan informasi bohong dan rumor."
Pernyataan lengkapnya: "Kami berhak untuk melindungi diri kami dan melakukan tindakan melalui jalur hukum."
Menurut PacerMonitor, situs yang mendata proses persidangan di teritori AS, hakim Michael W. Fitzgerald memutuskan kasus hak cipta ini dibatalkan pada 20 Desember 2017. Ia menilai "penyelesaian perkara tidak tepat jika dilakukan di sana." (Dalam sistem hukum AS disebut putusan forum non conveniens.)
Riot tetap panjang akal. Perusahaan yang dipimpin CEO Brandon Beck ini menggugat kembali Moonton ke Ninth Circuit U.S. Court of Appeals, yang bisa menggelar pelbagai jenis pengadilan, pada 22 Januari 2018.
Kini proses pengadilan masih berjalan. Riot bakal dipanggil pada 30 April, sementara Moonton 29 Mei 2018.