Cerita Mereka yang Nyoblos di Luar Negeri
Jarak bukan halangan bagi diaspora yang jauh dari Tanah Air untuk menggunakan haknya dalam memilih calon pemimpin Indonesia selama lima tahun mendatang.
Ada berbagai cerita dari para perantau mengikuti pemungutan suara di luar negeri, mulai dari antre berjam-jam di tengah udara dingin sampai mencoblos lewat surat suara yang dikirim pos.
Donda Situmeang yang tinggal di Swiss dimudahkan dengan surat suara yang dikirim langsung ke rumahnya. Cara ini paling efisien bagi ibu satu anak yang tinggal jauh dari KBRI.
"Aku senang banget enggak repot harus bawa bayi ke kota lain cuma untuk ke KBRI," kata Donda pada ANTARA.
Surat suara itu sudah tiba ke kediamannya sejak akhir Maret. Dia hanya perlu mencoblos di rumah, lalu mengirimkan lagi lewat pos tanpa harus keluar biaya.
"Gratis, tinggal kasih pos," imbuh dia.
Pengalaman ini serupa dengan Dery Hefimaputri yang tinggal di Gothenburg, Swedia. Butuh waktu berjam-jam untuk pergi ke KBRI di kota Stockholm, sehingga dia memilih opsi surat suara lewat pos. Namun ada juga teman-temannya di kota yang sama rela pergi ke Stockholm untuk mencoblos.
"Kalau mau ke KBRI di Stockholm juga boleh, tapi ongkosnya sendiri," seloroh dia.
Yuni Winingsih yang baru pindah ke Melbourne untuk melanjutkan pendidikan sempat harap-harap cemas karena dia masuk daftar tunggu kertas suara. Peluang untuk menggunakan hak suara tergantung dari jumlah sisa kertas suara di sana.
Pada Sabtu, (13/4), dia mengantre nomor antrean Daftar Pemilih Khusus dan akhirnya bisa menggunakan haknya???????.
Di belahan lain Australia, ada Naimah yang pertama kali mencoblos di luar negeri. Dia berpendapat suasana pemilu di KBRI Canberra serupa dengan kampung halamannya di Bogor.
"Banyak wajah familier, ngobrol pakai bahasa Indonesia, pasang lagu tradisional dan pop Indonesia kayak Sheila on 7," kata Naimah pada Antara, Sabtu (13/4).
"Rasa bedanya mungkin di sini ramai karena ada banyak stand makanan Indonesia."
Sebagai diaspora, Naimah bangga karena para WNI di Canberra turut bersemangat menyambut pemilihan umum. Meski ramai, suasana tetap aman.
Baca juga: Masyarakat Indonesia di Filipina antusias ikuti Pemilu 2019
Antusiasme diaspora juga terasa di Belanda. Dinda Sarasannisa harus mengantre selama tiga jam sebelum bisa mencoblos pilihannya di TPS yang terletak di Sekolah Indonesia Den Haag.
Saking panjangnya antrean, Dinda mengatakan ada orang yang menyerah dan memilih pulang. Tapi sebagian besar tetap bertahan di antrean yang mengular. Di tengah cuaca enam derajat celcius, Dinda bahkan sempat merasakan hujan es.
"Tapi tetap semangat nyoblos karena ramai-ramai, sama banyak warga, sampai yang tua pun pada nyoblos," tutur dia pada Antara.
Momen nyoblos di Den Haag juga jadi tempat melepas rindu pada makanan Tanah Air karena acara diramaikan dengan bazaar makanan Indonesia.
Ia berpendapat proses pelaksanaan pemilu di Den Haag juga lebih mudah karena panitia menyiapkan bus shuttle dari stasiun Den Haag Centraal.
"Sebuah pengalaman menarik dan berkesan banget sih berjuang buat nyoblos tahun ini," ujar Dinda.
Baca juga: Pemungutan suara Pemilu 2019 di Suriah berlangsung tertib lancar
Baca juga: PPLN Berlin pastikan surat suara pemilu aman