Bundengan, Alat Musik dari Wonosobo
Di Wonosobo ada sebuah alat musik yang dinamakan bundengan. Kalau senarnya dilepas, bisa berfungsi sebagai caping/payung bila hujan dan anti petir. Pada saat digunakan sebagai caping bundengan dikenal dengan nama kowangan.
‘’Zaman dulu sebelum adanya payung, kowangan berfungsi sebagai alat berteduh dari teriknya matahari atau supaya tidak kehujanan ketika bercocok tanam atau menggembala itik di sawah. Kalau malam di bagian dalam kowangan dipasang tali ijuk sehingga berfungsi sebagai alat musik untuk mengiringi shalawatan dan lain-lain,’’ kata seniman dan pemain bundengan Hengky Krisnawan pada Republika.co.id pada acara Pameran Musik Tradisional Indonesia di Museum Sonobudoyo Yogyakarta, Rabu (26/4).
Seiring dengan perkembangan zaman tali ijuk karena mudah patah, diganti senar raket serta guntingan ban dalam sepeda oleh seorang pemain dan pelestari alat musik bundengan, Barnawi.
‘’Saya belajar bundengan dari Pak Barnawani dan baru dua kali ketemu dia meninggal (tahun 2007). Saya berniat melestarikan alat musik bundengan dan alat musik yang saya mainkan ini karya Pak Barnawi,’’ ungkap Hengky yang saat ini memiliki empat alat musik bundengan.
Dua bulan yang lalu ia memainkan alat musik bundengan di Korea. Ia bersama penari dari Wonosobo diajak wakil Bupati Wonosobo untuk mengenalkan seni budaya dari Wonosobo ke Korea dalam acara pertukaran budaya.
Yang bisa membuat bundengan di Wonosobo ada beberapa orang. Akhir tahun 2016 di Wonosobo dimainkan 1000 bundengan oleh siswa SMP-SMA.
Bundengan terbuat dari kulit bambu apus pilihan Bundengan ini menghasilkan bergam suara yang mirip dengan beberapa perangkat alat musik yang berwujud suara ketipung, ciblon, atau suara bem (bunyi kendang besar yang menyerupai bas betot pada alat musik keroncong). Cara memainkan dengan cara dipetik mirip gitar ataupun rebab.