Benarkah Medsos Barat dan China Tak Netral Soal Israel-Palestina?
Uzone.id – Media sosial jadi ‘senjata’ kuat warganet saat ini untuk menyuarakan dukungan mereka pada peperangan yang terjadi saat ini, dukungan ini ditujukan baik untuk Palestina maupun kubu Israel.
Jutaan likes, tagar, postingan foto dan video banyak bagikan melalui Instagram, Facebook, Twitter (X), YouTube dan TikTok, namun di saat yang sama banyak juga postingan yang di-take down oleh pihak platform.Selain warganet, ternyata media sosial juga disebut ikut andil untuk mendukung masing-masing kubu. Ada yang terang-terangan mendukung salah satu kubu, ada juga yang setidaknya bersikap netral dalam kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel saat ini.
Benarkah demikian?
Platform asal Tiongkok, TikTok dikecam karena dianggap mendukung Palestina. Hal ini disampaikan oleh anggota Kongres Partai Republik AS yang meminta TikTok dilarang di negara mereka hanya karena jumlah video TikTok dengan tagar #FreePalestine jauh lebih tinggi dibandingkan dengan #IstandWithIsrael.
Melansir dari Washington Post, Jumat, (17/11), melihat perbandingan ini pihak AS menyebut kalau aplikasi ini digunakan untuk meningkatkan propaganda dan mencuci otak warganet Amerika.
Seorang anggota Partai Republik AS bernama Mike Gallagher menyebut kalau aplikasi TikTok telah mencuci otak generasi muda AS untuk menentang negara mereka dan sekutunya karena maraknya ‘propaganda pro-hamas’.
Selain itu, mantan gubernur New Jersey Chris Christie juga mengatakan ‘TikTok telah mencemari pikiran generasi muda Amerika” yang didorong oleh algoritma mereka dengan kecepatan yang sangat besar.
Namun nyatanya, gap yang cukup besar ini tidak hanya terjadi di TikTok saja. Perbedaan tagar ini terjadi juga di platform lainnya seperti Facebook dan Instagram, yang mana tagar dan postingan terkait Palestina lebih tinggi dibanding postingan dukungan terhadap Israel.
Di Facebook misalnya, tagar #FreePalestine ditemukan di lebih dari 11 juta postingan–39 kali lebih banyak dibandingkan tagar #StandWithIsrael. Lalu di Instagram, tagar pro-Palestina ditemukan di 6 juta postingan, 26 kali lebih banyak dibandingkan tagar pro-Israel.
Banyaknya ujaran pro-Palestina dibandingkan pro-Israel ini muncul di semua media sosial China maupun Amerika. Hal ini tentu melemahkan argumen yang menyebut kalau pemerintah China memanipulasi algoritma TikTok untuk bersikap pro-Palestina.
Selain itu, dukungan masif dari negara-negara muslim dunia juga membuat konten pro-Palestina marak ditemukan, begitupun dengan gerakan #FreePalestine yang sudah lebih dulu digaungkan semenjak lama di media sosial.
TikTok pun buka suara kalau kritikan berdasarkan jumlah hastag video dinilai sangat jomplang dan tidak kuat. Mereka menegaskan kalau Algoritma rekomendasi mereka tidak memihak salah satu kubu.
Contohnya, dalam total penayangan misalnya, TikTok menyebut kalau rata-rata video #Israel dilihat lebih sering dilihat oleh penggunanya, dibandingkan dengan rata-rata video Palestina. Ini semakin melemahkan argumen kalau TikTok ‘memihak’ salah satu kubu.
Bicara soal konten, Facebook, TikTok dan Instagram sepakat untuk menghapus konten mengenai Hamas, TikTok bahkan mengklaim telah menghapus lebih dari 925.000 video terkait promosi Hamas.
Jika bicara soal kubu-kubuan, sebenarnya Meta sudah lebih dulu menunjukkan kalau pihaknya tidak netral dan cenderung memihak Israel. Bukti kuatnya, bos Meta, Mark Zuckerberg mengutuk serangan Hamas ke Israel namun tidak melakukan hal serupa ketika Israel menyerang warga sipil, anak-anak dan rumah sakit di Gaza.
Selain itu, Meta juga sempat dikecam karena menerjemahkan kata "Palestina" dan "Alhamdulillah" yang terletak bio profil beberapa pengguna Instagram menjadi kata "teroris". Meta juga disebut menyembunyikan postingan yang berbau Palestina agar tidak tersebar luas sehingga memiliki engagement yang sedikit.
Sementara beberapa perusahaan teknologi di China seperti Alibaba dan Baidu disebut telah menghapus Israel dari peta digital mereka. Hal ini ramai dibicarakan semenjak serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.
Namun, pihak Alibaba dan Baidu segera membantah hal tersebut dan menyatakan kalau sejumlah negara tertentu bisa saja tidak ditampilkan karena keterbatasan ruang dalam peta digital.
“Pengguna masih bisa menemukan negara atau wilayah di Baidu Maps dengan menggunakan fungsi pencarian peta,” ujar pihak Baidu dikutip dari berbagai sumber.